Bab 105 Pleurotos Astreatus Yang Tidak Bisa Didekskripsikan Bentuknya
Bab >05 Pleurotos Astreatus Yang Tidak Bisa Didekskripsikan Bentuknya
"Sudah rela keluar." Suara pria terdengar sedikit serak dan terdengar dari atas kepalanya.
Darlene menarik sprei, menganggukkan kepala, setelah berpikir pun menggelengkan kepala, kalau bukan karena wajahnya bengkak dan menutupi wajahnya yang merah karena panas, dia pasti tidak akan berani melihat pria ini.
Dia bahkan melihat bagian penting pria di dalam selimut yang terus berdiri dan membentuk tenda.
Memikirkan ketinggian itu, Darlene pun merasa sekujur tubuhnya tidak nyaman.
Pleurotos astreatus? Mengerikan sekali.
"Ah??Yose, apa yang kamu lakukan."
"Menurutmu." Yose langsung menariknya, setelah menghidupkan api lalu lari, di dunia ini tidak mungkin ada hal yang begitu baik.
"Aku salah, aku mengaku salah, lihatlah kakiku masih sakit, wajahku juga begitu bengkak dan jelek." Darlene demi menghindari tanggung jawab ini pun terus merendahkan dirinya.
Hanya saja Yose tidaklah senang, tatapannya terlihat gelap, tangan besar terus menahannya di dalam pelukan, bibirnya pun menemukan bibir kecil itu.
Semua suara pun dalam sekejap menghilang.
Hanya tersisa suhu keduanya yang terus naik.
Darlene merasa seluruh tubuhnya tidak bertenaga, tangan kecil tanpa sadar berada di bahunya.
Setelah Yose menyelesaikan ciumannya yang membara itu, Darlene masih tenggelam di dalamnya.
"Kenapa, masih ingin meneruskan yah." Suara serak pria terdengar sangat merdu.
Darlene menggepalkan tangan dengan erat, memukul pria beberapa kali, lalu membuatnya tertawa, Darlene juga menjadi sangat malu, menutup mata, berpura-pura mati.
Yose tahu kalau dia pemalu, jangan hanya tersenyum dan tidak mengejeknya lagi.
Hari ini Darlene sudah mengalami banyak hal, menutup mata, kepalanya pun memiring dan tertidur.
Awalnya adalah pemandangan yang indah, namun di rusak karena sebuah nada dering.
Yose mengambil ponselnya dan melihat sejenak, perlahan turun dari ranjang dan berjalan keluar dari kamar, lalu menutup pintu, sendirian berjalan ke balkon untuk mengangkat telepon.
"Ada apa." Orang di balik telepon tidak menduga adalah sebuah suara yang serak, dengan jelas terdiam beberapa detik, setelah itu dia pun teringat dengan sebuah gambaran, dengan mengejek bertanya, "Aduh, baru jam berapa sudah mulai berperang yah."
Yose pun membalas, "Kenapa, apakah kamu sedang mengatakan dirimu sudah tidak sanggung."
Langit akan segera turun hujan pisau, sigunung es bahkan juga bisa bercanda, kelihatannya sicantik itu tidaklah biasa, "Rubah, ucapanmu ini sangat menyakiti hatiku, tapi kamu sepertinya juga tidak tahan lama kan."
Dia ingat jarak waktu dengan barusan saat mengirim pesan tidak sampai setengah jam.
"Kalau tidak ada hal penting aku tutup dulu." Yose bisa bercanda sekali sudah sangat bagus, berharap dia lanjut tidaklah mungkin.
Pria di balik telepon mendengar Yose berkata seperti itu, langsung menjadi serius berkata, "Bukankah aku menanyakan K padamu, orang Leo sudah masuk ke kota Leidong, kalian harus berhati-hati."
Tatapan Yose yang gelap pun bersinar, menjawab, "Aku tahu."
"Oh iya, aku beritahukan kabar baik untukmu, minggu depan aku akan segara berkumpul dengan kalian, senang tidak....." dia belum selesai mengatakan, telepon sudah langsung ditutup.
Pria pun dengan sedih menatap teleponnya, mendesah, "Aih, pria benar-benar adalah binatang yang kejam kalau ada wanita."
Disampingnya ada orang dengan senang menjawab, "Topi merah kecil, kamu akhirnya mengakui kenyataan kalau kamu bukanlah pria."
"Pergi sana, siapa yang bukan pria, aku adalah orang yang berpendidikan, kalau sudah tidur pasti akan aku jadikan istri, hanya boleh ditahan dan tidak akan mengangkat dan menarik perhatian orang, eh eh eh salah."
Sitopi merah menyadari dirinya terlalu berlebihan, batuk dan kembali ke wajahnya yang semula, intinya akulah pria sebenarnya, tidak seperti si rubah, munafik, pura-pura serius."
Pria juga tidak marah, tersenyum dan melambaikan ponsel di tangannya berkata, "Tenang saja, aku sudah merekamnya, nanti aku akan mengirimkannya pada rubah."
"Pengkhianat, jangan pergi cepat kembali." Topi merah memikirkan bahwa ucapannya akan sampai ke telinga rubah, seketika merasa bahwa hidupnya sudah tidak ada harapan, buru-buru mengejar ke arah bayangan itu pergi.
Setelah menutup telepon, Yose kembali ke kamar, barusan berbaring, wanita di sampingnya langsung menempel ke dalam pelukannya, sepertinya berbaring di lengannya tidak begitu nyaman pun mengeluh.
"Menjengkelkan, aku terkena batu."
Tatapan Yose pun menjadi lembut, menyodorkan tangan menggantikan posisi yang membuatnya nyaman, dahi yang tadinya mengerut pun perlahan menghilang.
Darlene tidur dengan lelap malam ini, dia mengira dia akan mimpi buruk, tidak menduga dia tidur sampai pagi.
Saat membuka mata dan melihat disampingnya sudah kosong dan sama sekali tidak ada suhu panas.
Hati Darlene pun terasa sangat kecewa, Yose sudah pergi, bukannya itu adalah keinginannya, kenapa setelah Yose pergi, dia malah masih asal berpikir.
"Sudah bangun yah." Mendengar suara pria yang tidak asing, Darlene langsung mengangkat kepala melihat ke arah pintu, tidak tahu kenapa jantungnya berdebar begitu kencang, hanya ingin memastikan apakah dia benar-benar sudah pergi atau belum.
"Kamu, kenapa kamu masih ada di sini...." dan wajahnya terlihat sangat berkerut, jangan tanyakan kenapa Darlene menyadarinya, insting yang memberitahunya.
Yose dengan dingin mendengus, "Bangun siap-siap dan sarapan."
Yose karena memikirkan keadaan tubuhnya, semalaman sudah bangun beberapa kali untuk mandi air dingin.
Tidak tahu kenapa Darlene pun dengan merasa bersalah menganggukkan kepala, bibirnya tanpa sadar tersenyum.
"Bodoh." Lidah tajam Yose kembali menunjukkan betapa pentingnya dia.
Darlene menggepalkan tangan dan melayangkan padanya, "Yose apa yang kamu katakan, siapa yang bodoh, katakan sekali lagi."
Yose menunjukkan sebuah tatapan padanya, membiarkannya menilai sendiri.
Darlene dengan marah melototinya, barusan turun dari ranjang baru menyadari kalau kakinya sudah tidak sesakit semalam, dia pun menundukkan kepala dan melihatnya, barusan menyadari kalau luka ditubuhnya sudah diobati lagi.
Bahkan bagian depan juga diobati, dia benar-benar tidur dengan begitu lelap?
Wajah Darlene terasa panas, buru-buru pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih, setelah selesai dia pun berjalan ke ruang makan.
Sarapan hari ini tidak begitu berlebihan seperti semalam, bibur ayam jamur, dimsum, bahkan ada kepiting gandum kuning, sepertinya adalah aroma bubur teripang Lizy.
Jangan-jangan pria ini pergi mengantri pagi-pagi.
"Kenapa, tidak mau makan." Yose teringat terakhir kali saat dia membelikannya, bubur itu juga dibuang ke tong sampah.
Benar, dia memang pendendam, masalah ini dia akan mengingatnya seumur hidup.
"Tidak, tidak, hanya saja terlalu merepotkanmu." Darlene pun menjadi aneh, semalam memakaikan obat padanya, menenangkannya, pagi hari masih membelikan bubur teripang Lizy untuknya.
Benar, dia lebih berharap Yose dingin padanya, tindakan aneh seperti sekarang ini membuatnya merasa tidak nyaman, dan juga sedikit takut.
"Aku juga belum makan." Yose mengatakan alasan yang bukan adalah alasan.
Jadi maksud Yose adalah dia juga belum sarapan, dia hanya sekalian membelinya saja, tapi kenapa Darlene ingat kalau Yose tidak begitu suka dengan bubur teripang Lizy, orang yang suka adalah dirinya.
Darlene pun dengan berhati-hati duduk.