Bab 136 Sengaja Membuatnya Marah
Bab >36 Sengaja Membuatnya Marah
"Darlene kamu tenang dulu, kamu harus dengarkan aku mengatakannya dulu." Ferlina melihat sikap Darlene saat ini, dengan merasa bersalah, bagaimana ini, dia seharusnya katakan atau tidak.
Kalau katakan Darlene pasti akan marah, kalau dia berbohong, dia harus kembali menjemput Derik.
Darlene yang melihat ekspresi merasa bersalah Ferlina, hatinya ikut dingin, bibirnya gemetar, bertanya, "Lina, kamu tidak mungkin meninggalkan Derik sendiri di dalam kan."
Ferlina melihat tubuh Darlene yang lemas, buru-buru memapangnya, dan juga tidak menyembunyikan dan memberitahukan rencana Derik dan dia pada Darlene.
Terus menjamin kalau Derik tidak akan disadari oleh Yose.
Tapi Darlene sudah tidak bisa mendengarnya, di dalam otaknya hanya tersisa Derik yang sedang berada dengan Yose, wajhanya menjadi pucat, dia tiba-tiba tersadar, menyodorkan tangan mendorong Ferlina dan ingin pergi ke ruangan Yose.
Dalam hati hanya memiliki sebuah pemikiran, dia harus membawa Derik keluar.
"Darlene, Darlene, kamu tenang dulu, kalau kamu masuk begitu saja pasti akan merusak semuanya." Ferlina buru-buru menarik Darlene kembali.
"Tenang, Lina bagaimana aku bisa tenang, bagaimana bisa kamu meninggalkan Derik padanya, bagaimana kalau dia mengetahui identitas Derik, apa yang harus aku lakukan, tidak, aku harus membawa Derik keluar."
Darlene sangat gugup dan tidak tahu harus mengatakan apa lagi, sekarang dia tidak peduli pada apapun lagi, hanya ingin membawa Derik pergi.
"Darlene, aku tahu kamu khawatir, tapi kalau kamu masuk begitu saja dan membuat Yose mencurigai Derik, bagaimana kamu bisa membawa Derik pergi." Ferlina pun menaikan nadanya, berharap Darlene menenangkan diri dan berpikir.
Darlene sepertinya tiba-tiba sadar, semua tenaganya seperti hilang, asalkan memikirkan Derik mungkin saja akan disadari oleh Yose, kaki dan tangannya pun menjadi dingin, "Bagaimana ini, Lina, bagaimana ini, dia tidak boleh mengetahui Derik, aku tidak boleh kehilangan Derik."
"Darlene, maaf, aku dan Derik yang tidak mempertimbangkannya dengan baik." Ferlina sangat merasa bersalah, dia yang tidak mempertimbangkan kekhawatiran dan ketakutan Darlene.
Darlene menutup mata dan menggelengkan kepala, "Lina maaf, aku tidak seharusnya marah padamu, hal ini tidak seharusnya menyalahkanmu."
Yang harus disalahkan adalah dirinya sendiri, dia yang egois dan menganggap ucapan Derik yang hanya menenangkannya adalah ucapannya yang tulus, dia sendiri yang takut Derik pergi menemui Yose, dia sama sekali tidak berhak menghalangi ayah dan anak bertemu.
Tapi dengan sifat Yose, kalau dia mengetahui keberadaan Derik, dia pasti akan menggunakan segala cara untuk merebut Derik dari sisinya.
Semua susah payahnya semalam ini akan percuma, benar-benar akan hancur.
"Darlene kamu jangan begitu putus asa, Derik sangat pintar, dia tahu menyamarkan dirinya sendiri, dan Yose sama sekali tidak menyadarinya, sekarang aku akan pergi membawanya keluar." Ferlina juga merasa kacau.
Darlene juga mengerti kalau sekarang membawa Derik pergi terlalu tiba-tiba, Yose pasti akan curiga, dan ini adalah keinginan Derik sendiri, kenapa dia harus menghancurkannya, kalau benar-benar ketahuan baru cari cara lagi.
Bukankah ini adalah keinginan Derik?
Dalam hati pun memiliki ide, Darlene perlahan menjadi tenang, "Lina, tidak perlu, jangan beritahu Derik aku sudah mengetahui hal ini, teruskan sesuai dengan yang kalian rencanakan saja."
"Kamu benar-benar tidak apa-apa?" Ferlina merasa tidak tenang.
"Aku tidak apa-apa, tadi aku terlalu gegabah." Darlene kembali menggelengkan kepala, tatapannya terlihat yakin.
Ferlina menganggukkan kepala dan tidak berkata lagi, "Aku pergi beli kue dulu."
"En, aku pergi kerja dulu, kalau terlalu lama orang lain akan curiga." Darlene menenangkan perasaannya dan tersenyum paksa.
"Baik." Ferlina ragu sejenak dan pergi.
Dia tidak akan membiarkan Yose mengetahui identitas Derik dan membawa Derik pulang dengan selamat.
Di dalam ruangan 2 orang itu sama sekali tidak mengetahui hal ini.
Derik dengan berani melihat Yose, seperti sedang menilainya, pria di depannya ini pantas menjadi ayahnya atau tidak.
Yose juga tidak marah, membiarkan anak kecil itu terus memandanginya, dengan tenang membaca berkas yang ada di tangannya.
Bagaimanapun Derik masih kecil, belum mengalami banyak hal, walaupun dia sangat dewasa juga tidak bisa melewati Yose yang sudah melewati begitu banyak hal, menjelaskan tenggorokannya bertanya, "Paman Yose, bolehkah aku menanyakan beberapa pertanyaan padamu?"
Yose melepaskan berkasnya, melihat kerambut keriting yang berlebihan itu, berkata, "Kalau ingin bertanya, bukankah kamu seharusnya menunjukkan tampilan aslimu dulu."
Sinar matahari diluar sangat terik, tapi ruangan ini sama sekali tidak terasa, tapi dia masih memakai kacamata hitam.
Terlalu dibuat-buat, cukup membuat orang curiga.
Derik menaikan kacamata yang ada dihidungnya, menjawab, "Apakah paman Yose tidak merasa aku sangat keren?"
Yose melihatnya sejenak dan berkta, "Tidak."
"Aku rasa sangat keren, lihat gaya rambutku yang mirip dengan ayahku, pagi hari juga tidak perlu mengurusnya, banyak wanita yang menyukainya."
Derik sepertinya sengaja membuat Yose marah, menyodorkan tangan yang gendut dan menyentuh rambutnya.
Dia sepertinya mendengar dari tante kalau ayahnya tidak suka pria yang memiliki style aneh, dia merasa seperti wanita, walaupun dia juga merasa seperti itu, tapi dia hanya ingin melihat reaksi ayahnya saja.
Ternyata Yose pun menggerutkan dahi, dengan suara yang dingin dan sedikit tidak senang, "Apakah orang tuamu tidak memberitahumu kalau pria seharusnya lebih serius."
Berpakaian dengan begitu berlebihan, sepertia apaan ini, Yose pun merasa anak laki-laki tidak seharusnya berpakaian seperti ini.
Tapi seharusnya berpakaian seperti apa, untuk seketika dia tidak tahu bagaimana mengatakannya.
Derik pura-pura tidak mengerti, memuncungkan mulutnya berkata, "Tapi paman Yose, aku masih anak kecil kan."
Seperti demi menunjukkan dirinya yang polos, dia mengedipkan mata yang besar pada Yose.
Yose pun terdiam, mengatakan ini pada anak kecil sepertinya memang terlalu awal, tapi dia tanpa sadar ingin mengajarinya, "Tidak perlu pura-pura, aku tahu itu rambut palsu."
"....." Derik langsung menghentikan gerakannya menyentuh rambut, kaki kecil berjalan mendekati Yose, tubuh yang pendek tidak sampai ke meja, dia tetap sangat berusaha mengangkat dagu melihatnya, "Paman Yose, kamu belum menjawab pertanyaanku."
Yose melihat Derik yang jelas-jelas tidak setinggi meja dan dengan sulit mengangkat kepala melihatnya, dia yang begitu keras kepala ini membuat tatapannya bersinar dalam sejenak, beberapa hari yang lalu ada seorang wanita yang juga melihatnya sepertiini.
Tapi tidak memakai kacamata hitam, Yose pun ingin melepaskan kacamata anak kecil itu, ingin melihat apakah sepasang mata itu sama dengan sepasang mata yang bersinar yang ada dibenaknya, kerasa kepala dan tidak mau kalah.
Derik tidak menduga Yose akan menyodorkan tangan melepaskan kacamatanya, buru-buru mundur beberapa langkah, dengan tidak senang menjawab, "Paman Yose, tanpa persetujuan orang dan melepaskan kacamata orang bukankah tidak terlalu baik."