Bab 142 Sebuah Jebakan
Bab >42 Sebuah Jebakan
Nyonya Belinda tidak menghalangi Darlene pergi, hanya menatapnya pergi, setelah Darlene hilang dari pandangannya, dia juga tidak ada maksud untuk bangkit.
Lebih seperti sedang menunggu seseorang.
Setelah sejenak, seorang pria tinggi dan kurus memakai topi, dimusim panas memakai mantel yang berwarna coklat, membalut tubuhnya di dalam, hanya tersisa sebuah mulut untuk berbicara.
Langkah kakinya tidak berhenti dan langsung duduk di tempat Darlene duduk tadi.
Tatapan nyonya Belinda melihat ke pemandangan jalan di luar jendela, pria di depannya pun berkata, "Semuanya sudah selesai."
"Sudah di foto, aku jamin tidak masalah." Pria merendahkan suaranya seperti tenggorokannya tercekik, membuat orang yang mendengar suaranya tidak nyaman.
Nyonya Belinda menari tatapannya, melihat pria yang bangga, tatapannya terlihat jijik, tapi dengan cepat disembunyikan, tersenyum berkata, "Uang sudah aku berikan padamu, jaga mulutmu."
Dia dari awal sudah tahu kalau Darlene tidak akan mengambil uang ini, uang di dalam amplop juga disiapkan untuk pria dihadapannya, kalau Darlene mengambil flashdisk itu, dia juga tidak perlu menggunakan cara kedua, itu semuanya salah Darlene yang tidak tahu diri.
"Hehe, nyonya Belinda tenang saja, aku si enam mulutku paling rapat." Si enam melihat amplop tebal di hadapannya, sama sekali tidak peduli dengan sikap nyonya Belinda yang arogan, mengambil dan memasukkan ke dalam kantongnya.
Nyonya Belinda tidak tenang, "Tunjukan fotonya padaku dulu."
"Tidak masalah, nyonya Belinda lihatlah pelan-pelan, aku sudah memotret 100 foto lebih." Si enam yang sudah mendapatkan uang pun menaruh kamera di hadapannya.
Nyonya Belinda membuka file, hampir setiap foto adalah saat dia dan Darlene berbicara, disaat dia mengeluarkan uang dan mendorongnya ke hadapan Darlene, si enam sengaja memotret dari jarak dekat, foto yang diperbesar membuat orang melihat dengan semakin jelas ada berapa banyak uang di dalam amplop itu.
Beberapa foto terakhir, dia sangat puas, tidak peduli Darlene mengambil uang itu atau tidak, asalkan foto ini tersebar, semua orang akan menganggap Darlene mengambil uang ini.
Mengenai kenapa dia melakukan ini, tentu saja karena ada yang menyuruhnya, itu semua adalah salah Darlene yang menyentuh orang yang salah.
"Sudahlah, tunggu kabarku, kamu baru sebarkan foto itu." Nyonya Belinda mengembalikan kamera padanya.
"Tidak masalah, nyonya Belinda, lain kali kalau ada hal seperti ini ingat cari aku yah, aku berjanji akan memberikan diskon 20% padamu." Si enam begitu membuka mulut pun tercium bau amis.
Nyonya Belinda menggerutkan dahi, tidak ingin berbicara dengannya, bangkit dan sebelum pergi berkata, "Kalau kamu menghancurkannya, kamu tahu akibatnya."
"Nyonya Belinda tenang saja, berada di bidang ini aku tentu harus mengikuti aturannya, aku mengerti." Si enam tertawa dan begitu menyakitkan telinga orang.
Nyonya Belinda sedetikpun tidak tahan berada di sana lagi, mengangkat kaki dan pergi.
Setelah kembali ke kantor, Darlene dengan tidak fokus kembali ke meja kerjanya, Yanti memangilnya beberapa kali dan dia sama sekali tidak ada reaksi.
Yanti tidak ada cara lain dan hanya bisa mendorongnya, "Darlene, kenapa kamu begitu tidak fokus."
"Yanti? Kamu memanggilku yah." Darlene masih sedang memikirkan tujuan nyonya Belinda, bagaimanapun dia tidak bisa merasa tenang.
Yanti melihat ke kiri dan kanan, juga menyadari terjadi sesuatu pada Darlene, "Iya, aku sudah memangilmu beberapa kali, siang ini kamu pergi kemana, kenapa setelah pulang menjadi tidak fokus."
"Aku tidak apa-apa, hanya pergi bertemu teman." Darlene tidak ingin Yanti mengkhawatirkannya asal mencari alasan.
Yanti dengan ingin tahu, "Pacar yah, aduh, tuan Hendrik benar-benar perhatian."
"Bukan, Yanti kamu berpikir terlalu banyak." Darlene sepertinya tidak sengaja mengungkit, "Oh iya, Yanti bagaimana perkembangan kasus kemari itu."
Mengungkit maslah itu Yanti pun dengan melampiaskan berkata, "Bisa bagaimana lagi, kasus itu sekarang dipegang oleh Aurel, dengar darinya, seharusnya tidak mudah."
Hati Darlene tersendak, berpura-pura penasaran bertanya, "Nyonya Belinda sepertinya tidak pernah datang ke sini lagi, kenapa Aurel tidak mempertanyakannya."
Yanti berpikir dan berkata, "Ini aku juga tidak jelas, tapi Nyonya Belinda memang tidak pernah datang lagi, kalau adalah dirinya, satu hari datang 10 kali juga sangat sedikit."
Ucapan Yanti membuat hati Darlene tersendak, nyonya Belinda mencarinya benar-benar ada tujuan lain, mungkin tujuannya adalah dirinya atau kantor pengacara dibaliknya, tidak peduli yang mana, semuanya adalah hal yang tidak dia inginkan.
Tidak, masalah ini harus dia beritahukan pada Yose.
"Darlene, ada masalah apa begitu serius, kamu tidak perlu begitu peduli dengan kasus nyonya Belinda, pagi tadi aku sudah dengar Aurel menelepon nyonya Belinda." Yanti tidak mengerti kenapa Darlene begitu gugup.
Darlene langsung menarik tangan Yanti bertanya, "Apa yang dia katakan?"
"Sepertinya mengatakan suaminya tidak ingin bercerai, mereka berdua akan membahasnya sendiri." Yanti mengingat kembali dan berkata.
"Apa?!" Darlene langsung terduduk di kursinya, saat nyonya Belinda mengajaknya bertemu bukan mengatakan seperti ini, sebenarnya kenapa malah memilihnya.
"Darlene, kamu terus menanyakan masalah nyonya Belinda padaku, aku memiliki sebuah hal penting yang belum aku katakan padamu......" Yanti belum selesai berkata, suara Hary pun terdengar.
"Darlene, kamu masuk sebentar."
Darlene menyembunyikan sesuatu di dalam hati dan tidak mendengar jelas ucapan Yanti, hanya mendengar Hary memanggilnya, "Yanti, aku masuk dulu, kamu ada masalah apa kita katakan nanti."
"Baiklah, kalau begitu kamu cepat pergi." Yanti berpikir sejenak, hal yang ingin dikatakan Hary mungkin sama dengannya.
Darlene berusaha menyemangati dirinya, menarik nafas di depan pintu, lalu mendorong pintu dan masuk, "Sekretaris Hary, kamu mencariku?"
Demi menghindari pembicaraan orang, sekarang asalkan di kantor dia akan ikut dengan yang lain memanggilkan sekretaris Hary.
"En, Darlene kamu duduk dulu, ingin minum apa?" Hary tersenyum bertanya.
Darlene melihat ekspresi Hary yang tenang, dia pun ikut merasa lega, ini berarti hal yang ingin Hary katakan bukanlah masalah besar, dia dengan patuh duduk di hadapannya, "Sekretaris Hary, aku tidak mau minum, ada apa kamu memanggilku?"
"Oh, itu, bukan masalah besar, malam ini kamu temani pengacara Yose menghadiri sebuah jamuan." Hary berkata dengan suara yang pelan.
Terdengar ditelinga Darlene, malah seperti bom yang mengejutkan, dia langsung menolak berkata, "Sekretaris Hary, jamuan seperti ini aku seorang asisten kecil yang pergi tidak begitu cocok kan."
"Aku tahu kamu pasti merasa sangat aneh menghadiri acara seperti ini, tapi kali ini mengharuskan seorang pasangan nari, aku seorang pria juga tidak mungkin ikut." Hary dengan tidak berdaya menarik rambutnya.
"Bukankah pengacara Yose ada pacar?"
Darlene memperingati keberadaan Jane, dia sudah mengatakan pada nyonya Gisella, tidak akan berhubungan dengan Yose lagi, diacara seperti itu pasti akan difoto, kalau di lihat oleh keluarga Jane, tidak begitu baik.