Bab 149 Dendam Jane
Bab >49 Dendam Jane
Yose menunduk, melihat mata Darlene yang berlinang air mata dan masih bersikeras menatapnya, mengigit bibir dan wajahnya yang putih juga terlihat merah, dia terlihat sangat menyedihkan.
Hatinya pun meluluh.
Dengan nada rendah mendesah, sepertinya sangat tidak berdaya dan memanjakan berkata, "Patuhlah, kamu sudah mabuk, kamu bahkan tidak tahu apa yang sedang kamu katakan."
Darlene menggelengkan kepala, "Aku tidak mabuk, aku tahu kamu adalah Yo."
"......" masih bilang tidak mabuk, dia bahkan sudah mulai asal berkata, biasanya apakah dia akan memanggilnya seperti itu.
Yose hanya bisa dengan sabar menenangkannya, Darlene akhirnya baru melepaskan tangannya.
Setelah mobil berhenti di depan komplek.
Yose memalingkan kepala melihatnya, wanita yang tadinya masih bersemangat sekarang sudah tertidur, bulu mata yang panjang sangat lentik, menunjukkan sebuah bayangan dibawah matanya, bibirnya yang merah tersenyum, seperti sedang memimpikan hal yang menyenangkan.
Jelas-jelas saat tidur adalah wanita yang begitu polos, saat sadar kenapa malah begitu berduri dan keras, selalu membalut dirinya.
Setelah begitu lama, Yose menarik tatapannya, perlahan menggendongnya dan berjalan ke atas.
Semalaman tidak mengatakan apapun.
Saat Darlene bangun, dia terbiasa mengambil ponsel untuk melihat jam, hanya saja barusan dia bergerak, dia pun merasa kepalanya sangat sakit.
Satu tangan meraba kesana kemari, tidak mendapatkan ponsel, malah menyentuh sebuah daging.
Seketika dia pun terkejut dan bangun, tubuhnya seperti pegas, langsung bangkit dan duduk, membuka mata dengan besar, dengan tidak percaya melihat pria yang berbaring di sisinya, "Yo, Yose, kamu, kenapa kamu ada di ranjangku."
Yose sepertinya juga barusan bangun, menggerutkan dahi, dengan kelopak mata yang terbuka sedikit, dan tatapan yang dingin menatapnya, suaranya yang dingin juga diikuti dengan serak, tidak senang berkata, "Lihat dengan jelas, ini kamar siapa."
Darlene terdiam sejenak, mulai melihat ke sekitar, menyadari dirinya berbaring di kamar Yose, wajahnya dari merah menjadi pucat, dari mulut menjadi menghijau, setelah itu dengan tersendak-sendak bertanya, "Aku, bagaimana aku kembali semalam."
Sebenarnya yang ingin dia tanyakan adalah, apakah dia melakukan sesuatu padanya.
Di dalam tatapan Yose yang gelap terlihat sinar, berkata, "Aku sarankan kamu sebaiknya jangan tanyakan lagi"
Darlene yang mendengar Yose berkata seperti itu, wajahnya langsung berubah, menarik nafas beberapa kali bertanya, "Katakanlah, aku bisa menerimanya."
"Kamu sendiri yang mengatakannya yah." Yose yang melihat Darlene menganggukkan kepala pun tersenyum, saat Darlene melihatnya pun sudah menjadi seperti semula.
"Semalam kamu terus bersandar ditubuhku seperti seekor gurita, aku menggerahkan kekuatan yang besar hingga akhirnya bisa mendorongmu, tapi kamu tidak menyerah dan terus menjilatiku, jadi aku hanya bisa membawamu kembali."
Darlene mendengar ucapan Yose yang terpaksa dan juga nada yang mempermainkan, wajahnya pun memanas, reaksi pertamanya adalah tidak percaya, Yose pasti sedang mempermainkannya.
Tapi dia melihat tatapan Yose yang begitu berani, dia pun mulai mencurigai apakah dia benar-benar melakukan hal yang begitu memalukan.
Akhirnya setelah berpikir sampai kepalanya hampir meledak juga tidak mengingat apapun, untuk menjaga harga dirinya, dia tentu tidak akan mengakui dirinya melakukan hal itu.
"Aku tidak percaya, pasti kamu asal mengarang."
Yose dengan santai berkata, "Percaya atau tidak, bukankah dari awal didalam hatimu sudah ada jawabannya."
Darlene mendesah dan tidak ingin berdebat dengannya lagi, melihat jam di ponselnya, dia pun tidak bisa tenang lagi, "Gawat, sudah hampir terlambat, kenapa kamu tidak mengingatkanku."
Sekarang sudah hampir jam 8, nanti saat dia tiba di kantor pasti sudah terlambat.
"Semalam adalah tugas kantor, Hary sudah memberikan kamu izin 1 jam."
Dibandingkan dengan Darlene yang buru-buru, Yose dengan pelan bangkit dan duduk di ranjang, selimut yang lembut jatuh dari tubuhnya, menunjukkan kulit tubuhnya yang putih dan sehat, setiap otot sepertinya sangat kuat.
Berbeda dengan dulu yang dingin dan tampan, lebih seperti menunjukkan kekuatan dan maskulinnya pria.
Darlene tiba-tiba merasa tenggorokkannya kering, buru-buru memalingkan tatapannya, menundukkan kepala seperti sedang mencari sesuatu, wajahnya begitu merah seperti baru saja meminum 1 liter bir.
Gawat, kenapa pagi-pagi Yose memerkan tubuhnya.
Memiliki tubuh yang bagus emangnya kenapa, apakah kakinya bisa menghadap kelangit.
Memikirkan biasanya Lina menariknya ke gym untuk melihat pria berotot, lalu memikirkan bentuk tubuh Yose, seketika dia merasa pria berotot itu langsung tertutupi, seluruh otaknya hanya tersisa tubuh Yose yang tinggi dan tegap.
"Lantai ada emas yah." Pria dengan suaranya yang dingin terdengar dari atas kepalanya.
"Apa hubungannya denganmu, aku pergi kerja dulu."
Darlene langsung mengangkat kepala dan terjedot dengan dada yang keras, air mata hampir saja menetes, memegang hidung yang sakit dan mundur beberapa langkah, "Si---hidungku sakit sekali..."
Ini tidak benar.
Ini adalah penderitaan orang pendek, jelas-jelas tingginya 160 cm, berdiri di sisi Yose dia malah seperti orang pendek, hanya sampai di dadanya.
Yose melihat sudut mata Darlene yang berlinang air mata, tatapannya pun menggelap, dengan tidak senang berkata, "Siapa yang menyuruhmu begitu buru-buru."
"Siapa yang menyuruhmu tiba-tiba berdiri dibelakangku." Dia masih merasa sangat menyedihkan.
Yose melihatnya sejenak dan tidak berkata lagi, ekspresinya terlihat buruk.
Darlene benar-benar marah, jelas-jelas orang yang terluka adalah dirinya, pria ini malah terlihat begitu tidak senang, siapa yang ingin menghiraukannya.
Darlene dengan marah mengambil tasnya dan keluar dari apartmen Yose.
Langkah kakinya belum melangkah jauh dan dipanggil oleh seseorang.
"Darlene, ternyata kamu masih saja mengganggu Yose."
Wajah Darlene memucat, tubuh yang tetap kaku perlahan dibalik, dia tidak menduga akan bertemu dengan Jane di sini.
Lebih tidak menduga akan melihatnya dengan keadaan seperti ini, tidak berdaya, kacau, dan juga tegang.
"Jane, aku..." dia masih belum sempat berbicara, sebuah suara tamparan dengan jelas terdengar.
??Pia?? kepala Darlene memaling ke samping, tatapannya terlihat sangat sulit dimengerti, tapi saat melihat ke arah Jane sudah kembali tenang.
Sepasang tatapan Jane yang indah seperti pisau tajam yang menusuk Darlene, dia tidak menduga hari ini tiba-tiba ingin datang mencari Yose, masih belum naik ke atas dia sudah melihat Darlene keluar dari pintu.
Dia mengira dia salah lihat, tidak menduga benar-benar adalah dia.
Saat itu semua rencananya sudah hilang karena cemburu, hanya tersisa rasa marah dan benci.
Jane dengan nada tinggi dan marah bertanya, "Darlene, ini adalah bukti ucapanmu kalau kamu akan meninggalkan Yose yah, aku tidak menduga kamu begitu keji."