Bab 154 Tujuan Hendrik
Bab >54 Tujuan Hendrik
Melihat Darlene tersenyum, tatapan Hendrik tersenyum, sengaja mendesah untuk menarik perhatian Darlene, "Darlene, sebenarnya kamu menyetujui menjadi pacarku juga sedang membantuku."
Darlene pun menatapnya dengan heran.
"Keluargaku terus mendesak, sampai saat itu masih memerlukanmu membantuku." Hendrik tidak berbohong, tahun ini dia sudah berusia 30 tahun, dia sama sekali tidak ada pacar, keluarganya pun terus mendesak.
"Hendrik, aku tidak ingin menghabiskan waktumu." Dia sudah seperti ini, bagaimana mungkin menariknya juga.
Hendrik perlahan berkata, "Ini bukan mengahiskan waktu, lebih baik tidak ada daripada mendapatkan yang tidak disukai kan, aku tidak tertarik dengan pasangan kencan butaku."
Begitu kembali dia sudah bisa mengurus perusahaan dengan begitu baik, kemampuannya juga diakui orang-orang, ingin menaklukkan Darlene, hanya masalah waktu.
Darlene melihatnya, "Bagaimana kalau kamu bertemu dengan orang yang kamu sukai."
"Kalau aku menemukan orang yang aku sukai, aku akan memberitahumu." Hendrik juga menatapnya, walaupun tahu itu tidak mungkin ada, demi tidak membuatnya terbebani, dia tidak keberatan mengatakan seperti ini.
Darlene tidak bisa menolaknya, juga takut Hendrik terlalu serius padanya, dan dia juga tidak bisa membalas cintanya, mendengarnya jawabannya ini, Darlene pun setuju dengan pengajuannya, "Baik, terima kasih Hendrik."
Disaat dia begitu canggung dan hancur, bersedia membantunya.
"Bodoh, jangan lupa, bagaimanapun aku adalah kakak seniormu." Jari Hendrik yang panjang dan bersih mengelus kepala Darlene, dengan sangat biasa berpindah.
Darlene merasa canggung, tapi melihat senyuman Hendrik yang begitu ceria, dia takut dirinya asal berpikir dan malah membuat Hendrik canggung, dia pun tidak mempermasalahkannya lagi.
Hanya Hendrik yang tahu, di dalam hatinya yang paling dalam, dia sangat berharap untuk menyentuhnya, walaupun hanya dengan posisi sebagai seorang kakak kelas, "Darlene, sekarang kamu masih ingin bekerja di kantor Yose yah?"
Darlene terdiam sejenak dan menganggukkan kepala, suaranya sangat lembut berkata, "En."
"Kalau kamu tidak ingin berada di sana, aku bisa membantumu." Ini adalah kedua kalinya Hendrik bertanya, dia tidak mengerti kalau Darlene ingin memutuskan hubungannya dengan Yose, kenapa masih ingin bekerja dengannya.
Walaupun semua orang terus menanyakan alasan dia bekerja di kantor Yose, Darlene sama sekali tidak mengatakannya, "Tidak perlu Hendrik, aku bekerja di sana sangat baik."
Kalau baik kenapa selalu terluka, disana juga adalah tempat yang sering dikunjungi oleh Jane, Hendrik tidak ingin melihat tubuhnya bertambah bekas luka lain, "Darlene, kalau kamu tidak ingin bekerja di kantorku, aku bisa mengaturmu ke perusahaan lain."
"Benar-benar tidak perlu, bekerja dimanapun sama saja, dan Lina juga ada di sana, tidak akan ada apa-apa." Di kantor pengacara, Jane tidak berani melakukan itu padanya.
Hendrik melihat dia begitu bersikeras pun menyerah.
Setelah berkeliling dan makan eskrim, Ferlina pun kembali.
Percakapan mereka berdua juga berakhir.
"Sudah siang, tuan Hendrik tidak perlu pergi sibuk." Ferlina ingin membicarakan sesuatu pada Darlene.
Hendrik adalah orang yang pintar, begitu mendengar dia langsung mengerti, bangkit dan dengan lembut berkata pada Darlene, "Darlene, istirahatlah, besok aku akan datang mencarimu."
Darlene menganggukkan kepala, "En."
Setelah Hendrik pergi, Ferlina buru-buru duduk di sisinya, "Bagaimana, apa yang dikatakan Hendrik padamu."
"Mengatakan apa lagi, bukankah kamu sudah merencanakan semuanya." Jangan mengira dia tidak mengetahui apapun.
Ferlina dengan malu tersenyum, "Bukankah semua ini untuk kebaikanmu, lihatlah, Hendrik begitu serius padamu, dibandingkan dengan Yose dia bahkan lebih baik, bagaiamana, apakah kamu sudah terharu."
"Maaf, tidak." Darlene dengan kesal menjawab.
Ferlina dengan semangat gosip majalahnya, dia pun bertanya, "Tidak yah, jadi apa yang sudah kalian bicarakan?"
"Dia sudah mengetahui hubunganku dengan Yose." Darlene mengatakan.
Ferlina langsung menarik nafas, dengan tegang bertanya, "Lalu, bagaimana reaksinya."
Darlene tidak menjawab, dengan malas bersandar di sofa bertanya, "Kamu menyuruhnya Hendrik pergi hanya untuk menanyakan hal ini?"
Saat mengatakan intinya, dia pun tidak mengatakan lagi, Ferlina merasa tenggorokkannya tercekik, dan juga tidak mungkin tidak menjawabnya, "Tentu saja bukan, barusan aku sedang mengangkat telepon di bawah, kakekku ingin bertemu denganmu."
"Kakek Yuno?" Darlene tidak menduga kakek Yuno ingin bertemu dengannya.
"Iya, dia tahu kamu juga berada di kota Leidong dan menanyakan kenapa kamu tidak pergi menemuinya." Mengingat ide dari kakeknya itu, Ferlina bahkan malu untuk mengatakannya.
Bukankah karena tidak ingin barang baik menjadi milik orang, tapi tahun ini banyak orang yang mengejar Darlene, satu demi satu lebih baik, kakaknya juga tidak pasti bisa mendapatkannya atau tidak.
"Tunggu lukaku sembuh saja, aku memang seharusnya pergi melihat kakek Yuno." Darlene sendiri pun merasa malu, sebagai generasi muda dan tidak pergi melihatnya, sampai membiarkan kakek Yuno yang mencarinya, benar-benar tidak seharusnya.
"Tenang saja, aku tahu kamu tidak ingin merepotkannya, tunggu kamu ada waktu baru bicarakan saja." Ferlina dengan tidak peduli melambaikan tangan.
Darlene setuju dengan ucapannya, "En."
"Aku pergi dulu, beberapa hari lagi Derik ada acara dengan orang tua, aku akan menggantikanmu pergi." Awalnya dia tidak akan menanyakan ini, tapi sekarang tangan Darlene terluka, juga tidak boleh asal bergerak, hanya bisa dia yang pergi.
Darlene juga ingin pergi, melihat tangannya yang masih dibalut, tapi Derik pasti akan sangat kecewa kan.
Ferlina melihat Darlene yang merasa bersalah pun berkata, "Hei hei, jangan menunjukkan ekspresi itu padaku, hanya acara keluarga setengah hari, bukan masalah besar, Derik lebih pengertian daripada yang kamu bayangkan."
"Kalau begitu aku pergi memotret Derik." Walaupun Darlene tidak bisa ikut serta, tapi dia tetap ingin mengoleksi setiap kenangan Derik.
Ferlina teringat satu tangan Darlene baik-baik saja, mengambil kamera seharusnya tidak masalah, juga menyetujuinya, "Baik, nanti aku akan mengabarimu."
"Aku pergi dulu, nanti malam aku akan memesan makanan untukmu, ingat terima saja." Sebelum Ferlina pergi, dia tidak lupa mengingatkan.
"Aku tahu, cepatlah pergi." Darlene merasa lucu berkata, dia bukanlah anak kecil, apakah dia tidak bisa memesan makanan sendiri.
Ferlina mengatakan beberapa kata, setelah berpikir dia pun merasa dirinya seperti ibu-ibu saja, kalau terus begini akan gawat, dia adalah seorang nona, kenapa begitu cerewet seperti ibu-ibu.
Setelah dipikir-pikir, dia pun merasa sangat jijik.
Begitu Ferlina pergi, Darlene akhirnya bisa tenang, teringat tatapan Yose yang begitu khawatir saat menggendongnya, dia merasa seperti sedang bermimpi, atau mungkin dia salah lihat, pria yang begitu dingin mana mungkin menunjukkan tatapan yang begitu khawatir.
Teringat Yose, dia pun teringat tatapan mengerikan Jane padanya, dia benar-benar merasakan betapa bencinya Jane pada dirinya, membuatnya merasa takut.
Sinar matahari siang bersinar kedalam, jelas-jelas adalah ruangan yang panas, tapi punggung Darlene malah mengalirkan keringat dingin, melihat ketangannya yang terluka, dia pun mendesah.