Bab 169 Lihat Tatapanku Yang Jujur
Bab >69 Lihat Tatapanku Yang Jujur
Ferlina mengambil dan meneguk untuk menenangkan nafasnya, "Aku tidak apa-apa, pear ini terlalu manis dan jelak."
Darlene merasa ragu, mana mungkin pear bisa membuatnya jelak.
Ferlina membuka sepasang matanya dengan besar, dengan sangat ??tulus?? melihatnya, "Darlene, kenapa kamu merasa aku menyembunyikan sesuatu darimu, cepat lihat tatapanku yang jujur ini."
Darlene menatap matanya dalam waktu yang lama, dengan sangat tenang menjawab, "En, sangat palsu."
"Kentut, tatapan apa ini, aku sudah begitu jujur." Ferlina tidak mau mengakui.
"Ferlina, bukankah kamu tidak ingin berduaan dengan Jasper, kalau aku menemanimu bukankah itu sangat cocok, atau kamu ingin." Darlene menyodorkan tangannya yang satu lagi, dengan tidak peduli berkata, "Tentu saja kalau kamu benar-benar ingin, aku juga bisa berdiam di rumah saja."
Ferlina tidak berbicara lagi, mengambil pear dan mengigit, seperti yang dia makan bukanlah pear tapi adalah daging seseorang, Darlene melihat ini pun merasa ngeri, diam-diam berdoa dalam hati untuk Jasper.
Setelah begitu lama, Ferlina akhirnya memutuskan, dengan tidak berdaya berkata, "Baikah,beberapa hari ini kamu ikut denganku saja, tapi aku katakan dulu, kamu tidak boleh asal pergi."
"Lina, aku sudah hampir kepala 3." Siapa yang akan asal pergi masih belum pasti.
"Baiklah, masalah ini kita tetapkan seperti ini saja." Tatapan Ferlina seperti sedang memikirkan sesuatu, tidak peduli lagi, nanti malam baru katakan pada Yose saja.
Semenjak Darlene tahu dirinya tidak perlu dikurung, nada bicaranya menjadi lega, "Ferlina, apakah malam ini kamu mau keluar?"
"Keluar ngapain, lagian juga tidak bisa membawamu ke bar, juga tidak ada pria tampan." Ferlina juga tidak ada nafsu makan lagi, langsung membuang pear ke tong sampah.
Dia barusan selesai berkata, dari pintu pun terdengar suara ketukan.
Ferlina dan Darlene saling memandang sejenak, sama-sama merasa tegang.
"Hari itu aku juga menerima paket jam segini." Darlene dengan suara kecil berkata, tatapannnya pun menjadi tegang.
"Tenang saja, aku pergi lihat dulu." Ferlina lebih tenang.
Dia duluan bertanya pada orang diluar pintu, "Siapa, kalau tidak mengatakan namamu aku tidak akan membukakan pintu."
Diluar sangat hening.
Walaupun Ferlina tinggal di apartmen berkelas, setiap pintu juga terpasang probe, tapi malah begitu kebetulan hari ini lampu rumahnya rusak, walaupun melihat dari layar, juga hanya terlihat warna hitam.
Ferlina juga ikut tegang, lalu bertanya, "Sebenarnya bajingan mana yang ada diluar pintu, kalau berani katakan namamu, kalau sampai aku menangkapmu, akan kuhabisi kamu."
Diluar pintu tidak ada yang menjawab.
Darlene juga berjalan keluar dari ruang tau, mengecilkan suara berkata, "Ferlina, apakah perlu lapor polisi?"
"Kalau adalah penipu, lapor polisi akan di tahan, aku telepon suruh Jasper kemari saja." Ferlina menggelengkan kepala, untuk berjaga-jaga lebih baik jangan membuka pintu.
Darlene menganggukkan kepala menyetujui.
Ferlina barusan menelepon, Jasper sudah tiba, kali ini setelah ketukan pintu juga ada suaranya, "Ikan kecil, buka pintu, ini aku."
Setelah memastikan suaranya, Ferlina barusan berani membuka pintu, langsung melihat Jasper memegang sebuah kotak di tangannya.
Sama seperti yang Darlene temui saat itu, memikirkan kenangan buruk itu, dia pun merasa mual, "Ou---."
"Darlene, ada apa denganmu." Ferlina mendengar suara muntah Darlene, dia buru-buru bertanya.
Darlene menggerutkan dahi, dengan tidak nyaman berkata, "Aku tidak apa-apa, hanya merasa mual saja."
"Masuk dulu baru katakan lagi." Jasper dengan serius berkata.
Begitu Ferlina melihat ekspresinya juga tahu barang di dalam bukanlah barang bagus, menganggukkan kepala, memberikan jalan untuknya masuk ke dalam.
Setelah pintu tertutup kembali.
Jasper pun menaruh kotak ke meja ruang tamu dan tidak langsung membukanya.
Dan menelepon lalu duduk di sofa seperti sedang menunggu orang.
"Jasper, menurutmu apa yang ada di dalam." tatapan Ferlina terus mengarah pada kotak itu.
Jasper dengan tenang menjawab, "Mungkin adalah bom."
"Dasar, kalau adalah bom kenapa di taruh di sini." Ferlina berkata dan ingin menaruhnya di luar jendela.
"????.." Jasper hanya ingin bercanda dan meluluhkan suasana yang tegang, "Ikan kecil, apakah kamu pernah melihat bom yang diletakkan setengah jam di depan pintu dan tidak meledak?"
Ferlina dengan menjerit berkata, "Apa yang tidak mungkin, bukankah bisa disetel waktu saja."
"Tenang saja, kalau adalah bom, dari tadi sudah meledak." Jasper dengan tidak berdaya menggeleng kepala, biasanya bom tidak akan diletakan di depan pintu, tidak hanya kemungkinan gagal besar, waktunya juga tidak bisa dipastikan, seharusnya adalah barang lain.
Tapi untuk berjaga-jaga sebaiknya memanggil orang yang lebih profesional kemari saja.
"Barusan kamu menelepon siapa." Ferlina barusan teringat.
"Sebentar lagi akan tiba." Jasper melihat jam tangannya.
Darlene yang melihat kotak pun merasa trauma, menarik kursi dan duduk di tempat yang lebih jauh.
Setelah 10 menit berlalu, pintu apartmen di ketuk.
"Baiklah, rumahku pertama kali begitu ramai." Ferlina dengan pasrah pergi membuka pintu.
Seorang pria yang semberono duluan masuk, yang ada dibelakang adalah Yose.
Yose melihat tempat Darlene duduku sudah tahu apa yang sedang dia khawatirkan, melambaikan tangan padanya, menyuruhnya untuk berdiri di sisinya.
Ada begitu banyak orang yang melihat, Yose begitu berani, Darlene pun merasa malu, karena tidak bisa melawan ketakutannya, dia pun dengan patuh berjalan ke sana.
"Wanita cantik, orang yang profesiona ada di sini, rubahmu tidak akan bisa melindungimu."
"Kenapa begitu cerewet." Ferlina dengan merendahkan berkata.
"Wanita dewasa, seleraku, wanita mempesona panggil aku Rafa saja." Rafa dengan tatapan bersinar melihat ke arah Ferlina.
Dahi Ferlina yang menggerut pun menghilang, "Darimana sibodoh ini."
Jasper sudah menyingkirkan Rafa, dengan kesal berkata, "Ikan kecil adalah wanitaku, cepat panggil kakak ipar.
Wajah Ferlina memerah, memukul dada Jasper, dengan marah berkata, "Singkir, siapa wanitamu."
Jasper tidak hanya tidak marah, dia dengan bangga melihat Rafa, "Sudah lihatkan, ini namanya mesra."
Ferlina benar-benar marah, ada begitu banyak orang dia juga malah omong kosong dengannya lagi, dia pun mencari tempat duduk dan duduk, Jasper juga mengikutinya.
Rada melihat sepasang-sepasang yang ada ruang tamu, dia yang single malah datang melihat kemesraan mereka, barusan ingin marah, namun siapa suruh dia datang bekerja, "Dasar, benar-benar tidak bisa menahan kelakuan kalian, tidak bisakah kalian lebih baik pada kami yang single?!!"
"Topi Merah, cepat." Yose mengabaikan ucapan Rafa, dengan tatapan yang dingin melihat ke arah kotak, menyuruhnya untuk mulai melakukan hal serius.
"Aku mengerti, aku mengerti, hanya tahu memerintahku." Rafa mengeluh dan juga mengeluarkan sarung tangan kedokteran.
Darlene tidak menduga Rafa yang biasanya hanya bisa bersenang-senang bisa mengurus hal yang begitu berbahaya.